
Apa itu BI rate?
BI rate atau suku bunga Bank Indonesia, merupakan tingkat suku bunga
untuk satu tahun yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga
pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh
Indonesia. Simpelnya jika BI rate naik dari 6.50% menjadi 6.75%, maka bunga
pinjaman maupun simpanan di bank dan lembagai keuangan lainnya juga bisa naik.
Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga
tidak mengikat ataupun memaksa. Jadi para bank boleh saja menaikkan bunga
pinjaman kepada orang yang mengajukan kredit dengan alasan BI rate naik, namun
disisi lain bunga deposito atau tabungan bagi para nasabahnya malah gak naik
sama sekali.
Sementara bagi BI sendiri, BI rate adalah suku bunga bagi Sertifikat
Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI rate naik ke
6.75%, maka para bank bisa menaruh dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan
menerima bunga 6.75% per tahun. Misalnya, kalau Bank Mandiri menaruh duit
tabungan nasabahnya sebesar 10 trilyun di BI, maka mereka akan menerima 675
milyar dalam setahun, tanpa perlu ‘ngapa-ngapain’ sama sekali.
Nah, dari sini kita akan dapat logikanya: Kalau BI rate dinaikkan,
maka para bank tentunya akan lebih suka menaruh dana tabungan nasabah mereka di
BI daripada menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Sebab
meskipun bunga yang ditetapkan BI lebih kecil dari bunga kredit (6.75%
berbanding 12.5%), namun penjaminnya adalah pemerintah, sehingga resiko kredit
macetnya sangat kecil, bahkan mendekati nol. Jika dana milik masyarakat yang
dipegang para bank ‘diendapkan’ di BI, maka jumlah uang cash yang beredar di
masyarakat akan berkurang, dan pada akhirnya menurunkan tingkat inflasi. Itulah
sebabnya BI rate merupakan instrumen yang biasanya cukup ampuh untuk menurunkan
tingkat inflasi. Jadi adalah wajar ketika kemarin tingkat inflasi ternyata
melebihi ekspektasi, banyak pihak kemudian menuntut agar BI segera menaikkan BI
rate-nya.
Selain BI rate, BI juga memiliki beberapa instrumen lainnya yang juga
bertujuan untuk menekan pertumbuhan inflasi. Misalnya sukuk, obligasi ritel
Indonesia, surat utang negara, dll. Pada dasarnya semuanya menggunakan prinsip
yang sama, yaitu menyerap dana sebesar-besarnya dari masyarakat sehingga jumlah
uang cash yang beredar di masyarakat jadi berkurang. Penyebab tingginya inflasi
kan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat kelewat banyak.
Ketika jumlah uang cash yang beredar di masyarakat berkurang,
pertumbuhan inflasi memang akan tertekan. Namun disisi lain juga beresiko
menekan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika para bank ogah ngasih pinjaman
modal ke pengusaha karena mereka lebih suka nyimpen duitnya di BI, maka para
pengusaha tentunya akan kesulitan mengembangkan usahanya, dan pada akhirnya
akan menekan pertumbuhan eknomi secara keseluruhan. Karena itulah, jika
kemudian tingkat inflasi telah terkendali, maka BI bisa menurunkan kembali BI
rate-nya, agar dana yang tadinya diendapkan bisa kembali dikucurkan ke
masyarakat, untuk menumbuhkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Ketika kemarin BI menaikkan BI rate, pertimbangannya adalah
pertumbuhan ekonomi masih stabil, sementara tingkat inflasi mulai tidak
terkendali. Berdasarkan data dari BPS, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010
mencapai 6.10% dibanding 2009, lebih baik dari target pemerintah sebesar 5.80%.
Sementara tingkat inflasi pada periode yang sama mencapai 6.96%, jauh lebih
tinggi dari asumsi APBN sebesar 5.30%.
Lalu apa hubungan antara BI
rate dengan pasar modal?
Ketika inflasi mulai naik tidak terkendali, maka efeknya adalah biaya
operasional para perusahaan yang terdaftar di BEI menjadi membengkak, karena
naiknya harga bahan baku, gaji karyawan, dll. Akibatnya, laba bersih para
emiten dikhawatirkan akan turun. Alhasil, harga sahamnya pun turun. Dan jika
hal ini terjadi pada banyak saham, maka IHSG secara keseluruhan juga akan
turun. Jadi ketika BI rate dinaikkan dan harapannya inflasi akan terkendali,
maka IHSG juga bisa bangkit kembali.
Namun, naiknya BI rate tidak akan serta merta menguatkan IHSG, karena
yang jadi concern investor bukanlah BI rate-nya, melainkan tingkat inflasi.
Dalam jangka pendek, naiknya BI rate bahkan justru berpotensi semakin
melemahkan IHSG. Kenapa? Karena dengan naiknya BI rate, maka suku bunga di deposito,
sukuk, dll biasanya (meski gak selalu) juga akan naik. So, para investor di
pasar modal kini punya alternatif investasi yang tidak kalah menguntungkan
dibanding investasi saham. Sukuk ritel seri SR003 misalnya, bunganya 8.15% per
tahun. Dengan tingkat resiko yang mendekati nol, maka bunga sebesar itu tentu
saja cukup menggiurkan. Kalau para investor ramai-ramai mengalihkan dananya
dari saham ke sukuk ini, maka tentu saja IHSG akan semakin tertekan.
Ketika artikel ini ditulis, IHSG masih bergerak malas-malasan di
kisaran 3,400-an. Beberapa saham unggulan pun masih tertekan cukup dalam,
sebagian bahkan lebih dalam dari yang diperkirakan. Mudah-mudahan kebijakan BI
dalam menaikkan BI rate memang berhasil menekan laju inflasi, sehingga IHSG
bisa kembali tancap gas. Soalnya, data terakhir dari BPS menyebutkan bahwa
tingkat inflasi tahunan pada akhir Januari 2011 kemarin sudah menembus 7.02%.
Seems like trouble.
Tentang Sukuk
Bagi para pembelinya, sukuk pada dasarnya didesain untuk melindungi
dana mereka dari inflasi, dan bukan merupakan instrumen untuk meraih gain atau
keuntungan. Makanya bagi sebagian kalangan, bunga yang ditawarkan sukuk ini
sama sekali tidak tinggi, hanya 8.15% per tahun. Sementara bagi pemerintah
sebagai penerbitnya, harapannya inflasi akan tertekan karena jumlah dana tunai
yang beredar di masyarakat berkurang karena diendapkan di sukuk ini. Jadi
pembeli sukuk akan memperoleh manfaat dua kali, yaitu dananya terlindung dari
inflasi, dan tingkat inflasi itu sendiri akan menjadi lebih rendah dari
sebelumnya.
Akhir Januari 2011 lalu, inflasi tercatat 7.02%. Dengan asumsi tingkat
inflasi pada periode yang sama tahun depan (Januari 2012) akan berkurang
menjadi hanya sekitar 5.0% berkat penerbitan sukuk ini dan lain-lain, maka
yield yang dihasilkan sukuk ini setelah 1 tahun adalah 8.15% - 5.0% = 3.15%.
Sangat kecil memang, apalagi itu masih belum dipotong pajak. Namun setidaknya
anda bisa tidur dengan tenang, karena keamanan dana anda tidak hanya dijamin
oleh pemerintah (resiko investasinya mendekati nol), tapi juga terlindung dari
inflasi.
Tapi kalau anda adalah pemburu gain, maka seperti yang sudah disebut
diatas, sukuk tidak didesain untuk tujuan tersebut, sehingga mendingan anda
tetep main saham saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar